Sejarah Perkembangan Just In Time
Sistem Just In Time berkembang di negara Jepang karena adanya keprihatinan industri-industri di Jepang. Pada saat itu Jepang merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang terbatas, ketergantungan pada energi dan bahan baku import, dan keadaan geografisnya yang kurang menguntungkan (80% bagian negara terdiri dari pegunungan). Hal ini menjadikan para produsen Jepang mempunyai posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan pesaing-pesaing dari negara-negara barat. Oleh karena itu, Jepang melakukan berbagai macam usaha untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan negara lain sehingga produk Jepang menjadi sangat kompetitif dengan produk lain di dunia internasional.
Jepang mengembangkan suatu inovasi terhadap pemborosan dalam hal bahan baku, tempat, tenaga kerja, waktu serta biaya. Harga tanah yang mahal akibat lahan yang sempit tidak memungkinkan untuk membangun tempat penyimpanan persediaan sehingga mendorong perusahaan untuk merancang tata letak pabrik dan arus bahan menjadi seefektif mungkin. Dari keterbatasan inilah Just In Time berkembang. Pendekatan Just In Time dikembangkan oleh Mr. Taiichi Ohno (mantan wakil presiden Toyota Motor Company di Jepang) bersama rekannya di pertengahan 1970. Pengembangan Just In Time di Jepang adalah untuk menghindari atau mengeliminasi pemborosan, menghindari produk-produk rusak atau cacat dengan menghasilkan produk yang bermutu tinggi, mengeliminasi pengerjaan ulang dan penumpukan persediaan.
Keberhasilan Just In Time pada Toyota Motor Company menarik perhatian perusahaan lain di Jepang. Toyota telah memperoleh pengakuan dunia industri tentang keberhasilannya mengurangi inventory sampai pada tingkat minimum (orientasi zero inventory). Sejak saat penerapan sistemJust In Time terbukti manfaatnya semakin bertambah banyak perusahaan-perusahaan di Jepang yang ikut menerapkan sistem Just In Time. KonsepJust In Time ini kemudian meluas di luar Jepang yaitu Ford, Chrysler, General Motor, Hawlett Packard merupakan contoh perusahaan-perusahaan besar yang telah menerapkan sistem Just In Time.
Tempat makan siap saji seperti McDonald’s telah belajar sistem manufaktur Just In Time seperti Toyota, dengan menerapkan sistem Just In Time baru yang disebut dengan “Made For You”. Dimana tujuan dari sistem Just In Timetersebut adalah melayani setiap konsumen dengan makanan yang sesegar mungkin dalam waktu 90 detik. Sampai saat ini, sistem Just In Time terus berkembang dan diterapkan bukan saja pada perusahaan-perusahaan manufaktur, tetapi juga dikembangkan oleh perusahaan kecil (Ristono, 2010) (source : http://gressellahutasoit.blogspot.co.id/2012/11/just-in-time.html)
Pengertian Just In Time
Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.[1][2] Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen dan pada saat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
(source : https://id.wikipedia.org/wiki/Just_In_Time_(JIT))
Konsep just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost. (source:https://supardiyo.wordpress.com/tag/sistem-produksi-tepat-waktu-just-in-time/ )
Konsep Dasar Just In Time
Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yangberkonsep pada inventory minimum, waktu set up mesin, tenaga kerja dengan kemampuan multifungsional dan waktu pekerjaan yang pendek sesuai dengan standar yang ditetapkan pada siklus waktu (Gaspersz, 1998). Menurut Indrajid dan Pranoto (2003), terdapat lima tahap pengenalan konsep dasar dari Just In Time dalam suatu perusahaan, yaitu:
1. Hanya memproduksi produk sejumlah yang diminta oleh konsumen
2. Memproduksi produk bermutu tinggi
3. Memproduksi produk berbiaya rendah
4. Memproduksi produk berdaur waktu yang cepat
5. Mengirimkan produk pada konsumen tepat waktu
Prinsip-prinsip Just In Time
Secara singkat prinsip Just In Time adalah menghilangkan sumber-sumber pemborosan produksi dengan cara menerima jumlah yang tepat dari bahan baku dan memproduksinya dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu
yang tepat pula (Indrajid dan Pranoto, 2003). Terdapat tujuh macam prinsip dasar yang menyusun sistem produksi Just In Time sehingga menjadikan sebuah sistem yang memiliki kualifikasi tinggi, ketujuh prinsip itu menurut Leo (2007) adalah:
1. Simplification, merupakan salah satu tools Just In Time dalam penyederhanaan proses maupun prosedur yang ada.
2. Cleanliness and Organization, fasilitas-fasilitas yang bersih dan teratur akan memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaan.
3. Visibility, kejelasan yang membuat suatu kesalahan dapat terlihat dengan jelas.
4. Cycle time, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.
5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk dengan memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap perubahan.
6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.
7. Measurement, pengukuran serta pengertian akan proses keseluruhan.
(source : http://gressellahutasoit.blogspot.co.id/2012/11/just-in-time.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar